Oleh : Fahri
BestieIndonesiaNews.id, Tabik Pun - Pertamina, sebagai perusahaan milik negara yang menguasai sektor minyak dan gas (migas) di Indonesia, terus beradaptasi dan berkembang mengikuti dinamika industri yang terus berubah.
Dalam beberapa dekade terakhir, Pertamina menghadapi berbagai tantangan, termasuk perubahan regulasi dan kebijakan di sektor hulu migas.
Perkembangan ini memerlukan penerapan tata kelola perusahaan yang baik dan kebijakan yang selaras dengan tujuan perusahaan agar tetap kompetitif dan berkelanjutan.
Peran Pertamina dalam sektor hulu migas sangat krusial, dan transformasi yang dialami oleh PT Pertamina Hulu Energi (PHE) mencerminkan upaya perusahaan untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan zaman.
PHE, yang kini berperan sebagai Subholding Upstream Pertamina, memiliki sejarah panjang sejak berdirinya sebagai PT Aroma Operations Services (AOS) pada tahun 1989. Transformasi signifikan terjadi pada tahun 2002, ketika AOS berubah menjadi PT Pertahulu Energy dan akhirnya menjadi PT Pertamina Hulu Energi (PHE ) pada tahun 2007.
Perubahan ini bukan sekadar rebranding, melainkan langkah strategi untuk memperkuat peran Pertamina di sektor hulu migas.
PHE kini membawahi lebih dari 60 anak perusahaan dan afiliasi yang terlibat dalam kegiatan hulu migas.
Hal ini termasuk perusahaan-perusahaan seperti PT Pertamina EP, PT Pertamina Hulu Rokan, PT Pertamina Hulu Indonesia, PT Pertamina EP Cepu, PT Pertamina International EP, PT Badak NGL, PT Pertamina Drilling Service Indonesia (PDSI) serta PT Elnusa Tbk.
PHE juga berfungsi sebagai pemegang saham bagi perusahaan hulu Pertamina lainnya, yang semuanya berperan sebagai kontraktor kontrak kerja sama (KKKS).
Dinamisnya regulasi di sektor hulu migas di Indonesia menuntut Pertamina, khususnya PHE, untuk selalu berada di garis depan dalam penerapan tata kelola perusahaan yang baik.
Tata kelola perusahaan yang baik mencakup kepatuhan terhadap regulasi, transparansi, dan akuntabilitas dalam setiap operasional bisnis.
Selain itu, penerapan kebijakan internal yang efektif sangat penting untuk memastikan bahwa semua kegiatan sejalan dengan visi dan misi perusahaan.
Penerapan tata kelola yang baik di PHE tidak hanya bertujuan untuk memenuhi persyaratan regulasi, tetapi juga untuk meningkatkan kinerja dan efisiensi operasional.
Dalam konteks industri migas, kepatuhan terhadap regulasi sangat kritis mengingat kompleksitas dan risiko yang terlibat dalam eksplorasi dan produksi migas.
Peraturan yang ketat juga diperlukan untuk memastikan bahwa kegiatan hulu migas dilaksanakan dengan memperhatikan aspek lingkungan dan keselamatan.
Salah satu tantangan utama dalam penerapan tata kelola perusahaan yang baik adalah adaptasi terhadap perubahan regulasi yang sering kali bersifat dinamis.
Perubahan regulasi dapat terjadi karena berbagai alasan, termasuk perubahan kebijakan pemerintah, perkembangan teknologi, dan tuntutan masyarakat terhadap praktik bisnis yang lebih berkelanjutan.
Pertamina, melalui PHE, harus mampu beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan ini agar tetap relevan dan kompetitif.
Sebagai Subholding Upstream, PHE juga memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan bahwa semua anak perusahaan di bawahnya menerapkan standar tata kelola yang sama.
Hal ini memerlukan koordinasi dan komunikasi yang efektif antar perusahaan, serta pelatihan dan pengembangan kapasitas yang berkelanjutan bagi seluruh karyawan.
Selain itu, PHE juga harus memastikan bahwa semua anak perusahaan memiliki sistem dan prosedur yang sesuai untuk mengelola risiko dan menjaga operasional operasional.
Dalam menghadapi tantangan regulasi dan dinamika industri, PHE juga harus berinovasi dan berinvestasi dalam teknologi baru.
Teknologi berperan penting dalam meningkatkan efisiensi operasional dan mengurangi dampak lingkungan dari kegiatan hulu migas.
Investasi dalam teknologi juga memungkinkan PHE untuk mengeksplorasi dan mengembangkan sumber daya migas baru, yang sangat penting untuk mengakomodasi bisnis jangka panjang.
Selain aspek teknis dan regulasi, keberhasilan PHE juga bergantung pada komitmen perusahaan terhadap nilai-nilai etika dan ketidakberhentian.
Pertamina harus terus memperkuat budaya perusahaan yang fokus pada integritas, tanggung jawab sosial, dan pelestarian lingkungan. Dengan demikian, PHE tidak hanya berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi, tetapi juga pada kesejahteraan masyarakat dan kelestarian lingkungan.
Secara keseluruhan, transformasi PHE menjadi Subholding Upstream merupakan langkah strategis yang penting bagi Pertamina dalam menghadapi tantangan di sektor hulu migas. Dengan penerapan tata kelola perusahaan yang baik, kepatuhan terhadap regulasi, dan investasi dalam teknologi, PHE siap memainkan peran kunci dalam memastikan keinginan dan pertumbuhan industri migas di Indonesia.
Tantangan ini memang besar, namun dengan strategi yang tepat dan komitmen yang kuat, Pertamina melalui PHE dapat terus berkembang dan memberikan kontribusi yang signifikan bagi negara.
(**).