Anggota Pansus Tata Niaga Singkong DPRD Lampung, Ahmad Basuki, (fto/ist)
BestieIndonesiaNews.id, Bandar Lampung – Panitia Khusus (Pansus) Tata Niaga Singkong DPRD Provinsi Lampung akan segera menindaklanjuti temuan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengenai impor tapioka yang dilakukan oleh empat perusahaan di Lampung.
Temuan tersebut menjadi perhatian serius karena berdampak pada tata niaga singkong dan kesejahteraan petani lokal.
"Terkait dengan impor tapioka yang dilakukan oleh empat perusahaan di Lampung seperti temuan dari KPPU ini sedang pansus dalami," ujar Anggota Pansus, Ahmad Basuki atau Abas, saat dimintai keterangan, Jumat (17/1/2025).
Abas yang juga menjabat sebagai Ketua Komisi II DPRD Provinsi Lampung, mengungkapkan bahwa pihaknya tengah melakukan kunjungan ke empat kabupaten yang menjadi sentra produksi singkong, yaitu Kabupaten Lampung Utara, Lampung Tengah, Mesuji, dan Lampung Timur.
Kunjungan ke Daerah Sentra Singkong Menurut Abas, kunjungan tersebut bertujuan untuk menggali informasi dan mengumpulkan data-data sebagai bahan kajian Pansus.
"Pansus sedang bekerja kunjungan ke lima kabupaten sentra komoditas singkong di Lampung untuk menggali informasi dan mengumpulkan data-data sebagai bahan kajian pansus," lanjutnya.
Dia juga mengatakan pentingnya pendekatan yang komprehensif untuk menemukan akar persoalan anjloknya harga singkong yang kerap terjadi setiap tahun. Salah satu aspek yang sedang didalami adalah penguasaan lahan oleh perusahaan.
"Dugaan sementara saya, jangan-jangan perusahaan ini menguasai lahan. Peruntukannya juga harus dicek. Misalnya, jika perizinannya untuk sawit tetapi ditanami singkong, maka hasil panen perusahaan akan mendominasi di pabrik dibandingkan petani dengan lahan kecil," jelasnya.
Perhitungan Harga yang Berkeadilan Pansus juga meminta data tren pembelian singkong secara periodik dalam tiga tahun terakhir, serta mencoba menghitung biaya produksi baik dari sisi petani maupun perusahaan. Hal ini diharapkan dapat menghasilkan rekomendasi harga yang berkeadilan.
Selain itu, Abas juga menyoroti perlunya menghitung nilai ekonomis produk turunan dari pengolahan singkong, seperti kulit dan onggok, yang memiliki nilai tambah.
"Perusahaan banyak yang hanya menghitung nilai tapioka saja, sehingga tidak adil untuk petani," tambahnya.
Sebelumnya, KPPU Wilayah II menemukan bahwa empat perusahaan produsen tepung tapioka di Lampung melakukan impor tepung tapioka dari Vietnam dan Thailand. Impor ini mencapai total 59.050 ton dengan nilai USD 32,2 juta atau sekitar Rp511,4 miliar.
Dari keempat perusahaan tersebut, satu kelompok usaha diketahui mendominasi impor dengan jumlah 47.202 ton atau 80 persen dari total impor tapioka di Lampung. Nilai impor kelompok usaha ini mencapai USD 25 juta atau sekitar Rp407,4 miliar.
Impor dilakukan melalui beberapa pelabuhan besar, seperti Pelabuhan Panjang, Tanjung Priok, Tanjung Perak, dan Tanjung Emas.
Pansus DPRD Provinsi Lampung berkomitmen untuk terus mengawal isu ini dan memastikan tata niaga singkong yang lebih adil dan berpihak pada petani lokal.