BestieIndonesianNews.id, Tabik Pun - Tepat 18 Juli 2024, masyarakat Lampung Timur dikejutkan oleh temuan jasad seorang pemudi bernama Riyas di tengah kebun jagung Desa Rajabasa Lama, Kecamatan Labuharatu.
Kejadian itu tidak hanya meninggalkan duka mendalam bagi keluarga, tetapi juga menggores luka bagi rasa kemanusiaan kita bersama. Riyas, yang dikenal warganya sebagai sosok sederhana dan ramah, harus meregang nyawa dalam kondisi tragis.
Mayat perempuan yang di temukan di dalam karung dan di letakan di sepeda motor Honda Vario B 4416 SFX pertama kali ditemukan oleh Oki Pranata Warga Desa Pakuan Aji.
Kini, waktu sudah bergulir jauh. Dari tanggal kelam itu hingga 14 Agustus 2025, berarti lebih dari satu tahun berlalu. Namun, alih-alih mendapatkan kejelasan, yang ada hanyalah tanda tanya besar. Siapa pelaku? Apa motifnya? Mengapa korban harus dibunuh? Pertanyaan-pertanyaan itu masih menggantung di udara, tak terjawab.
Dalam dunia hukum, satu tahun adalah waktu yang cukup panjang untuk mengumpulkan bukti, memeriksa saksi, dan menyusun kronologi kejadian.
Namun, kenyataannya, hingga saat ini, aparat penegak hukum belum mampu memberikan titik terang. Padahal sudah puluhan orang diperiksa sebagai saksi. Publik pun bertanya: apakah proses penyelidikan berjalan maksimal? Atau ada hambatan besar yang membuat kasus ini seperti berjalan di tempat?
Kita paham bahwa mengungkap kasus pembunuhan bukan perkara mudah. Bukti bisa saja minim, saksi bisa lupa atau enggan bicara, dan pelaku bisa sangat lihai menutupi jejak.
Namun, di tengah kesulitan itu, yang dibutuhkan adalah konsistensi, transparansi, dan komunikasi yang baik kepada publik. Sayangnya, yang terasa justru sebaliknya: minimnya informasi resmi membuat rumor dan spekulasi liar tumbuh subur.
Setiap kali keluarga korban melihat kalender, mereka tidak hanya menghitung hari, tetapi juga merasakan kembali luka kehilangan. Setiap langkah mereka diiringi rasa kecewa, karena keadilan yang mereka tunggu terasa begitu jauh. Lebih dari satu tahun menanti adalah penderitaan batin yang tak terukur.
Kasus Riyas adalah cermin dari betapa rapuhnya rasa kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum ketika sebuah kasus tidak mendapat kepastian.
Ini bukan sekadar perkara satu orang, melainkan ujian bagi kredibilitas aparat penegak hukum di Lampung Timur. Keadilan yang tertunda sama saja dengan keadilan yang terabaikan.
Kita tidak boleh membiarkan kasus ini lenyap dari ingatan publik. Media, aktivis, dan masyarakat sipil harus terus mengawal.
Tekanan moral dari publik adalah salah satu cara untuk memastikan bahwa kasus ini tidak sekadar masuk arsip tanpa ujung.
Polisi dan pihak terkait perlu menjelaskan secara berkala perkembangan penyelidikan, walau hanya sebatas mengungkap hambatan yang dihadapi. Transparansi bukan kelemahan, tetapi bentuk tanggung jawab.
Jika dibiarkan berlarut tanpa hasil, kasus ini akan menjadi preseden buruk. Pesan yang akan tersampaikan ke masyarakat jelas: nyawa manusia bisa saja hilang, dan pelakunya bisa bebas berkeliaran tanpa hukuman. Itu adalah gambaran suram yang tidak boleh menjadi kenyataan di negeri ini, apalagi di Lampung Timur yang selalu mengklaim menjunjung nilai kemanusiaan dan keadilan.
Keadilan untuk Riyas adalah keadilan untuk kita semua. Karena ketika satu nyawa direnggut dan hukum gagal bertindak, maka setiap warga berada dalam ancaman yang sama.
Lebih dari satu tahun sudah cukup. Saatnya aparat membuktikan bahwa hukum tidak hanya tajam ke bawah, tetapi juga berani menembus tembok ketidakpastian demi kebenaran.