Fahri Owner BestieIndonesiaNews.id (ist)
BestieIndonesiaNews.id, Tabik Pun - Halo pembaca setia BestieIndonesiaNews.id, bagaimana kabar kalian hari ini? Semoga selalu sehat dan penuh semangat. Namun, di tengah kabar baik yang kita harapkan, muncul ironi yang menyayat hati: kasus keracunan pelajar usai menyantap makanan bergizi gratis (MBG), sebuah program pemerintah melalui skema SPPG, terjadi di berbagai daerah, termasuk Lampung Timur.
Pertanyaan besar pun muncul, apakah pemerintah akan diam saja ketika anak-anak yang justru menjadi target perlindungan malah harus menanggung derita?
Program Makan Bergizi Gratis sejatinya adalah terobosan mulia. Program itu digagas dengan tujuan memperbaiki gizi anak bangsa, menekan stunting, serta memastikan setiap pelajar mendapatkan asupan yang layak untuk mendukung proses belajar mereka.
Dengan slogan yang penuh harapan, program ini seharusnya menjadi benteng perlindungan generasi emas Indonesia. Namun kenyataan di lapangan berbicara lain. Puluhan anak di berbagai wilayah justru terkapar karena makanan yang seharusnya menyehatkan, malah berujung petaka.
Pertanyaannya: di mana letak masalahnya? Apakah pada bahan makanan yang tidak segar? Proses distribusi yang tidak higienis? Atau minimnya pengawasan dari pemerintah daerah hingga sekolah pelaksana? Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini sangat penting, sebab menyangkut nyawa dan masa depan anak-anak. Jangan sampai program yang lahir dari niat baik justru berubah menjadi bom waktu yang mengancam kesehatan publik.
Pemerintah pusat tidak bisa bersembunyi di balik jargon. SPPG adalah kebijakan nasional yang dibiayai oleh APBN. Artinya, tanggung jawab bukan hanya di tangan penyedia makanan di lapangan, melainkan juga pejabat yang merancang, mengawasi, dan memastikan kualitas program.
Jika makanan bergizi gratis justru menyebabkan keracunan, publik berhak bertanya: seberapa seriuskah pemerintah mengawal implementasi di lapangan?
Kasus di Lampung Timur harus menjadi momentum evaluasi serius. Dinas pendidikan, dinas kesehatan, hingga Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) harus turun langsung melakukan investigasi menyeluruh.
Meski disebuah SPPG ada Ahli Gizi tapi kenapa masih terjadi hal tersebut, apakah kerja mereka tidak maksimal? Apakah ada standar operasional yang dilanggar? Apakah rantai distribusi aman? Dan yang tak kalah penting, apakah ada mekanisme uji kualitas sebelum makanan dibagikan ke anak-anak? Jika tidak, maka jelas ada kelalaian yang fatal.
Selain evaluasi, program MBG juga harus diperkuat dengan sistem pengawasan berlapis. Tidak cukup hanya menyerahkan kepada pihak penyedia. Harus ada inspeksi mendadak, audit transparan, bahkan jalur pengaduan cepat bagi orang tua dan guru jika menemukan kejanggalan. Pemerintah harus menunjukkan keberpihakan nyata, bukan sekadar di atas kertas.
Yang lebih mendesak, publik perlu diyakinkan bahwa program ini tidak akan lagi mencederai. Jika dibiarkan tanpa solusi konkret, masyarakat akan kehilangan kepercayaan.
Orang tua bisa jadi enggan membiarkan anaknya makan program MBG, sekolah menjadi was-was, dan cita-cita besar memperbaiki gizi anak bangsa berpotensi gagal.
Di sisi lain, kita juga perlu melihat ini dari perspektif yang lebih luas. Anak-anak adalah investasi jangka panjang bangsa. Mereka bukan hanya penerima manfaat, melainkan generasi yang akan menentukan masa depan negeri.
Jika program pemerintah justru membahayakan mereka, maka itu sama saja dengan meruntuhkan fondasi yang sedang kita bangun.
Karena itu, jangan biarkan kasus keracunan pelajar hanya menjadi berita sesaat yang hilang ditelan waktu. Pemerintah harus hadir dengan langkah nyata: investigasi menyeluruh, evaluasi sistem, perbaikan mekanisme, dan sanksi tegas bagi pihak yang lalai. Dan yang paling penting, jaminan bahwa makanan bergizi gratis benar-benar aman, sehat, dan layak konsumsi.
Kasus keracunan MBG seharusnya menjadi titik balik. Pemerintah tidak boleh membiarkan anak-anak terus menjadi korban. Jika tujuan awal program adalah menyelamatkan generasi dari gizi buruk, maka kegagalan dalam menjaga kualitas justru akan menghasilkan tragedi baru. Dan tragedi itu tidak boleh terjadi lagi.
Kini waktunya pemerintah menunjukkan keseriusan. Jangan sampai anak-anak bangsa menjadi korban kebijakan yang tidak diawasi dengan baik. Karena masa depan Indonesia ada di piring mereka hari ini.
Penulis : Fahri