Oleh : Arif Fahrudin/Fahri
BestieIndonesiaNews.id, Tabik Pun - Menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Lampung, fenomena politik tukar guling kembali mencuat ke permukaan.
Istilah ini merujuk pada praktik di mana kesepakatan politik dibuat dengan mengorbankan kepentingan rakyat demi keuntungan pribadi atau kelompok.
Fenomena ini bukanlah sesuatu yang baru dalam politik Indonesia, namun semakin mendekati Pilkada, praktik ini kian marak dan menjadi sorotan publik.
Politik tukar guling sering kali terjadi dalam konteks koalisi antarpartai atau dalam negosiasi politik antara kandidat dengan partai politik.
Di satu sisi, kandidat yang membutuhkan dukungan partai untuk menguatkan basis elektoralnya mungkin rela memberikan janji-janji politik atau bahkan jabatan tertentu jika terpilih nanti.
Di sisi lain, partai politik yang membutuhkan sumber daya atau akses kekuasaan, akan mendukung kandidat tersebut dengan syarat-syarat tertentu.
Praktik ini sering kali berujung pada kompromi yang justru melemahkan prinsip-prinsip demokrasi.
Kepentingan publik bisa tergadaikan demi tercapainya kesepakatan politik, dan lebih buruknya lagi, pemimpin yang terpilih bukanlah hasil dari aspirasi rakyat, melainkan hasil dari proses tawar-menawar politik di belakang layar.
Di Lampung, fenomena tukar guling semakin sering terdengar menjelang Pilkada. Berbagai koalisi dan manuver politik mulai terbentuk, tidak sedikit yang menimbulkan spekulasi tentang adanya deal-deal tertentu di baliknya.
Dalam situasi ini, kandidat yang seharusnya berfokus pada visi dan misi mereka untuk membangun daerah justru terjebak dalam pusaran negosiasi politik yang kadang mengorbankan kepentingan masyarakat.
Sebagai contoh, dalam beberapa Pilkada sebelumnya, ada laporan tentang kandidat yang menjanjikan posisi strategis dalam pemerintahan daerah kepada partai-partai pendukungnya.
Janji-janji seperti ini bukan hanya melibatkan jabatan-jabatan penting, tetapi juga pengaturan anggaran dan proyek-proyek tertentu yang secara langsung akan menguntungkan kelompok tertentu.
Jika praktik ini terus berlanjut, dikhawatirkan roda pemerintahan di daerah tidak akan berputar sesuai dengan kebutuhan rakyat, tetapi lebih didorong oleh kepentingan politik semata.
Politik tukar guling membawa dampak serius bagi proses demokrasi dan tata kelola pemerintahan.
Pertama, praktik ini mengikis kepercayaan publik terhadap proses demokrasi. Rakyat akan semakin skeptis terhadap politikus dan partai politik, yang dianggap lebih mementingkan deal politik daripada memperjuangkan aspirasi masyarakat.
Kedua, politik tukar guling berpotensi melahirkan pemerintahan yang tidak efektif. Ketika jabatan-jabatan strategis didistribusikan berdasarkan kesepakatan politik, bukan berdasarkan kompetensi, maka roda pemerintahan tidak akan berjalan maksimal.
Kepentingan rakyat yang seharusnya menjadi prioritas bisa tersingkirkan oleh kepentingan kelompok atau partai tertentu.
Ketiga, politik tukar guling juga dapat memicu konflik kepentingan yang merugikan daerah. Ketika pejabat yang dipilih lebih loyal pada partai atau kelompok yang mengangkatnya daripada pada rakyat, maka berbagai kebijakan yang diambil cenderung tidak berpihak pada kepentingan umum.
Untuk mengatasi maraknya politik tukar guling, diperlukan kesadaran publik yang tinggi. Masyarakat harus lebih kritis dalam menyikapi setiap langkah politikus dan partai politik, terutama menjelang Pilkada.
Selain itu, penting bagi media massa dan lembaga-lembaga pengawas pemilu untuk mengawasi dengan ketat praktik-praktik politik yang tidak sehat ini.
Selain itu, para kandidat dan partai politik harus berkomitmen untuk menjalankan Pilkada dengan prinsip-prinsip demokrasi yang bersih dan adil.
Kesepakatan politik seharusnya tidak boleh mengorbankan kepentingan rakyat, dan setiap langkah politik harus dilakukan dengan transparansi.
Jadi dapat disimpulkan bahwa Politik tukar guling menjelang Pilkada di Lampung adalah fenomena yang perlu mendapat perhatian serius.
Praktik ini tidak hanya merusak proses demokrasi, tetapi juga berpotensi membawa dampak negatif bagi tata kelola pemerintahan dan pembangunan daerah.
Untuk itu, penting bagi seluruh elemen masyarakat untuk terlibat aktif dalam mengawal proses Pilkada agar berjalan dengan jujur, adil, dan sesuai dengan aspirasi rakyat.
Hanya dengan demikian, Pilkada dapat menghasilkan pemimpin yang benar-benar berkomitmen untuk memajukan Lampung dan meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya.
(**).