BestieIndonesiaNews.id - Saksi ahli dalam persidangan menyebut Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kota Metro salah penanganan kasus dugaan tindak pidana Pemilu dengan terpidana Calon Wakil Wali Kota Metro Qomaru Zaman.
Dalam keterangannya di depan majelis hakim, Selasa malam (29/10/2025), saksi ahli pertama yakni Dr Budiyono ahli Hukum Tata Negara, menyebut kasus Qomaru seharusnya diselesaikan secara administrasi terlebih dahulu sebelum bergulir di meja hijau.
"Yang saya maksud adalah penyelesaian secara administratif dulu. Jika ada pelanggaran, sebaiknya diselesaikan melalui jalur administratif di KPU. Setelah itu, barulah ada langkah hukum jika keputusan KPU dibatalkan," jelas Budiyono.
"Barulah langkah pidana dilakukan, karena memang demikian yang diatur dalam undang-undang," imbuhnya.
Senada dengan hal tersebut, ahli Hukum Pidana Dr Ahmad Irzal Fardiansyah menjelaskan secara administratif dapat diselesaikan antara Bawaslu dan KPU.
"Dalam hukum pidana administrasi, penyelesaian dilakukan dengan menggunakan sarana administratif. Misalnya, dalam Undang-Undang Praktik Kedokteran, penyelesaian diawali dengan majelis kehormatan," ujar Ahmad
"Kasus ini pun serupa, karena ada lembaga yang berwenang menyelesaikan sengketa, seperti Bawaslu dan KPU. Undang-undang ini masuk ke dalam ranah hukum pidana administrasi, artinya harus diselesaikan terlebih dahulu secara administratif," terangnya.
Sebelumnya, anggota Bawaslu Kota Metro, Hendro Edi Saputro, saat memberikan keterangan sebagai saksi di persidangan, mengatakan, proses administrasi sudah dilakukan oleh Bawaslu dan sudah memutuskan dalam rapat pleno jika dugaan perkara Qomaru secara administratif tidak terpenuhi sehingga dihentikan.
Kendati demikian Bawaslu menaikkan kasus tersebut untuk ditindaklanjuti oleh Sentra Penegaalihkan ke dugaan pidana pilkada.
Sementara itu, Kuasa Hukum Paslon 02 WaRu Hadri Abunawar menyebut penanganan kasus tindak pidana pemilu oleh Bawaslu Metro membingungkan.
Ia juga merasa janggal kliennya telah ditetapkan sebagai tersangka, sementara proses administrasinya belum dijalankan dengan sesuai.
"Makanya, ahli hukum menanyakan, bingung mereka, kalau secara administratif tidak terpenuhi mengapa prosesnya diteruskan ke pidana. Padahal ini menganut asas ultimum remedium, asas dalam hukum pidana yang menyatakan bahwa pemidanaan atau sanksi pidana merupakan pilihan terakhir dalam penegakan hukum. Mestinya yang dikedepankan proses administratifnya, baru ke hukum pidana," terang Hadri lagi.
"Meski begitu, proses ini harus tetap kami ikuti. Hanya memang dari pendapat para ahli, tampak adanya dugaan kesalahan prosedur penanganan oleh Bawaslu Metro," tandasnya.