Oleh : ARIF FAHRUDIN / FAHRI (Owner BestieIndonesiaNews.id)
BestieIndonesiaNews.id, Tabik Pun - Pilkada serentak yang akan digelar dalam waktu 10 hari ke depan adalah momen penting bagi demokrasi Indonesia.
Sebagai sebuah pesta rakyat, Pilkada seharusnya menjadi ajang bagi masyarakat untuk memilih pemimpin yang benar-benar merepresentasikan aspirasi mereka.
Namun, dalam kenyataannya, bayang-bayang intimidasi dan praktik kotor politik sering kali merusak makna sejati dari demokrasi ini.
Intimidasi dalam Pilkada bukanlah fenomena baru. Dalam berbagai laporan, masih sering ditemukan tekanan terhadap pemilih, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Praktik ini dapat berbentuk ancaman fisik, penyebaran informasi palsu (hoaks), hingga tekanan emosional yang dilakukan oleh kelompok-kelompok tertentu. Bahkan, ada kalanya aparat atau tokoh masyarakat justru menjadi alat untuk memengaruhi suara rakyat dengan cara yang tidak etis.
Intimidasi semacam ini mengancam prinsip dasar demokrasi, yakni kebebasan memilih. Padahal, setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk menentukan pilihan politiknya tanpa tekanan.
Ketika seseorang merasa terpaksa memilih berdasarkan ancaman atau tekanan, maka hasil Pilkada tersebut tidak lagi mencerminkan kehendak rakyat secara murni.
Dalam situasi seperti ini, penting bagi masyarakat untuk menggunakan nurani mereka dalam menentukan pilihan. Memilih pemimpin bukan hanya soal siapa yang paling populer, melainkan siapa yang memiliki rekam jejak, visi, dan program kerja yang jelas untuk membawa kemajuan bagi daerah.
Memilih dengan nurani berarti menempatkan kepentingan masyarakat di atas segalanya. Jangan sampai godaan uang, janji-janji kosong, atau tekanan dari pihak tertentu membuat kita mengorbankan masa depan daerah kita sendiri.
Pemimpin yang lahir dari praktik intimidasi dan politik uang biasanya hanya akan bekerja untuk kepentingan segelintir orang, bukan untuk rakyat.
Melawan intimidasi bukanlah hal yang mudah, tetapi bukan berarti mustahil. Langkah pertama adalah dengan menyadari bahwa setiap warga negara memiliki hak politik yang dilindungi oleh undang-undang.
Jika menghadapi ancaman atau tekanan, masyarakat harus berani melaporkannya kepada pihak berwenang seperti Bawaslu atau aparat kepolisian.
Selain itu, penting bagi masyarakat untuk saling mendukung dan menjaga satu sama lain. Ketika intimidasi muncul, solidaritas dapat menjadi kekuatan besar untuk melawannya. Dengan bersatu, intimidasi tidak akan memiliki tempat dalam proses demokrasi kita.
Para penyelenggara pemilu seperti KPU dan Bawaslu juga memegang peran penting dalam memastikan Pilkada berjalan dengan adil dan bebas dari intimidasi.
Mereka harus bersikap tegas terhadap segala bentuk pelanggaran dan memberikan perlindungan kepada pemilih. Selain itu, peran media massa juga krusial dalam mengungkap praktik-praktik intimidasi dan menyuarakan aspirasi rakyat.
Pilkada adalah momentum bagi kita untuk menentukan arah masa depan daerah. Jangan biarkan intimidasi dan praktik kotor lainnya merusak hak kita sebagai warga negara.
Pilihlah dengan nurani, berdasarkan keyakinan akan siapa yang terbaik untuk memimpin, bukan karena tekanan atau paksaan.
Demokrasi yang sehat adalah demokrasi yang memberi ruang bagi kebebasan, kesetaraan, dan keberanian.
Dalam 10 hari ke depan, mari kita lawan intimidasi dengan keberanian, dan gunakan hak pilih kita sebagai wujud tanggung jawab untuk masa depan yang lebih baik.